Kudeta Kurikulum Kedokteran: Warisan Rockkefeller yang Mengubah Wajah Medis Modern

Oleh Arya Hadi Setya Jalutanda

Kebumen News, Laporan Khusus — Di awal abad ke-20, terjadi sebuah pergeseran radikal dalam dunia kedokteran yang jarang dibicarakan publik, namun menentukan arah kesehatan global hingga hari ini. Peristiwa ini melibatkan pertarungan paradigma ilmiah, campur tangan kapitalisme, dan sebuah laporan kontroversial yang dikenal sebagai Flexner Report.


Awal Perseteruan: Pasteur vs. Bechamp

Abad ke-19 adalah masa transisi besar dalam sains medis. Louis Pasteur, tokoh populer yang dekat dengan lingkaran kekuasaan Napoleon III, mempopulerkan Germ Theory, teori yang menyatakan bahwa mikroba adalah penyebab penyakit. Prinsipnya sederhana: bunuh mikroba, maka penyakit hilang.

Namun Antoine Bechamp, profesor kimia dan biologi, menentang pandangan ini. Ia memperkenalkan Terrain Theory, bahwa kualitas lingkungan internal tubuh adalah faktor penentu kesehatan. “Mikroba bukanlah apa-apa, lingkungan internal segalanya,” tegasnya. Dalam catatan biografinya, Bechamp bahkan menuduh Pasteur mengambil kredit dari beberapa risetnya, termasuk studi awal tentang fermentasi mikroba.


Rockefeller Masuk ke Arena

John D. Rockefeller, taipan minyak yang membangun Standard Oil menjadi raksasa industri, melihat teori kuman sebagai peluang bisnis. Ia memahami bahwa jika penyakit disebabkan oleh mikroba, maka masyarakat akan bergantung pada obat-obatan untuk membasminya. Dan jika obat itu berbasis minyak bumi—bidang yang ia kuasai—maka pasar akan dikuasainya pula.

Tahun 1901, Rockefeller mendirikan Rockefeller Institute for Medical Research (kini Rockefeller University). Langkah ini menjadi batu loncatan untuk mempengaruhi arah kebijakan medis. Namun puncak strateginya terjadi pada 1910, ketika ia bekerja sama dengan Carnegie Foundation mendanai penelitian Abraham Flexner, seorang pengajar yang ditugaskan mengevaluasi sekolah kedokteran di Amerika Serikat dan Kanada.


Flexner Report: Kudeta Kurikulum

Flexner menginspeksi 155 sekolah kedokteran. Laporannya, setebal 346 halaman, memuat kritik pedas: banyak sekolah tak memiliki laboratorium, dosen mengajar paruh waktu, dan kurikulum tak berbasis sains modern. Ia menulis bahwa beberapa sekolah adalah “a disgrace … indescribably foul” (Flexner Report, 1910).

Rekomendasinya jelas:

  1. Pendidikan kedokteran harus berbasis biologi, kimia, dan riset laboratorium.
  2. Sekolah yang tak memenuhi standar harus ditutup.
  3. Integrasi penuh antara universitas, rumah sakit, dan penelitian wajib dilakukan.

Dampaknya luar biasa: dari 155 sekolah, hanya 31 yang lolos. Sekitar 120 sekolah kedokteran ditutup dalam satu dekade berikutnya. Praktik pengobatan tradisional, homeopati, naturopati, dan herbal praktis tersingkir dari pendidikan resmi.

Rockefeller dan Carnegie kemudian mengucurkan lebih dari $154 juta (setara lebih dari $4 miliar saat ini) untuk mendanai sekolah yang mematuhi model baru ini. Dana ini hanya diberikan jika kurikulum sesuai dengan teori kuman dan pengobatan berbasis farmasi sintetis—produk turunan minyak bumi.


Korban yang Terlupakan

Flexner Report juga membawa konsekuensi sosial yang jarang dibicarakan:

  • Sekolah kedokteran kulit hitam: dari tujuh yang ada, hanya Howard dan Meharry yang dibiarkan bertahan. Ini mengurangi drastis jumlah dokter kulit hitam di Amerika selama puluhan tahun.
  • Dokter perempuan: jumlahnya menurun tajam karena banyak sekolah kedokteran wanita ditutup.
  • Pengobatan tradisional: hilang dari universitas, tersisa di komunitas kecil tanpa dukungan akademik.

Filosofi Penyembuhan yang Ditinggalkan

Sebelum tahun 1910, banyak sekolah kedokteran mengajarkan konsep bahwa penyakit muncul dari kombinasi stres fisik, stres kimia, dan stres pikiran. Doktrin ini percaya bahwa tubuh adalah pabrik obat alami, mampu menyembuhkan diri jika diberikan lingkungan yang mendukung.

Bagi Rockefeller, ini masalah. Tubuh yang bisa sembuh sendiri adalah tubuh yang tidak membeli obat.


Logika Terbalik Kedokteran Modern

Dalam paradigma baru, gejala penyakit dianggap musuh yang harus dihilangkan, meskipun gejala itu adalah upaya tubuh untuk sembuh:

  • Demam untuk membunuh patogen → dipadamkan parasetamol.
  • Diare untuk mengeluarkan racun → dihentikan obat antidiare.
  • Kolesterol naik untuk memperbaiki kerusakan pembuluh darah → ditekan statin.

Analogi pedasnya: menjual alat sedot asap saat rumah terbakar, bukan memadamkan api.


Kritik Abad 21: Terrain Theory Kembali

Dokter seperti Andrew Kaufman menghidupkan kembali ide Bechamp. Ia menyatakan bahwa virus adalah eksosom, partikel yang diproduksi tubuh untuk membuang racun. Menurutnya, penyebaran virus bisa menjadi mekanisme imunitas komunitas. Kaufman bahkan menantang WHO untuk membuktikan keberadaan partikel COVID-19 utuh dari sampel pasien—tantangan yang tak pernah dijawab.


Siklus Bisnis Penyakit

Skema Rockefeller dapat diringkas sebagai:

  1. Merusak kesehatan publik melalui pangan olahan, minyak biji industri, dan gula murah.
  2. Mengobati gejala dengan obat kimia berbasis minyak bumi.
  3. Memperpanjang ketergantungan sehingga pasien menjadi sumber keuntungan jangka panjang.

Gelombang Perlawanan

Meski kurikulum Rockefeller mendominasi, banyak dokter mulai keluar jalur.

  • Dr. Ken Berry membongkar kebohongan medis dalam Lies My Doctor Told Me.
  • Dr. Jason Fung dan Dr. Mindy Pelz memulihkan pasien kronis lewat puasa dan pola makan rendah karbo.
  • Dr. Bruce Lipton membuktikan bahwa pikiran positif dapat memicu penyembuhan sel tanpa obat.

Penutup: Kembali ke Inti Penyembuhan

Sejarah Flexner Report mengajarkan bahwa revolusi kesehatan sejati mungkin bukan pada penemuan obat baru, melainkan pada mengembalikan tubuh ke kondisi di mana ia bisa menyembuhkan diri sendiri.

Seperti yang dikatakan Bechamp lebih dari seabad lalu: “Le microbe n’est rien, le terrain est tout.” Dan mungkin, di tengah krisis kesehatan global, kita perlu mulai mendengarkan lagi. ,***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *