
Kebumen News – Dalam semangat Idul Fitri yang masih hangat, keluarga besar LP Ma’arif NU dan PERGUNU Kabupaten Kebumen menggelar Halal bi Halal akbar di Gedung NU Kebumen, Rabu (30/4). Rais Syuriyah PCNU Kebumen, KH. Afifudin Al Hasani, hadir memberikan sambutan sekaligus pembinaan spiritual bagi lebih dari 1700 guru Ma’arif yang memadati acara tersebut.
Dalam pidatonya, KH. Afifudin mengulas sejarah dan filosofi Halal bi Halal, sebuah tradisi yang tidak sekadar ritual, tapi sarat makna kebangsaan.
“Halal bi Halal bukan sekadar budaya, tapi wasilah menyambung ukhuwah dan menyatukan hati. Ini warisan dari para kiai kita, salah satunya Kiai Wahab Chasbullah, yang menggagas tradisi ini atas usulan Bung Karno. Maka kita sebagai generasi penerus wajib menjaga dan memaknainya secara mendalam,” tegas KH. Afifudin.
Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan Kemenag Kebumen, mewaikili bupati Kebumen H. Muhsinul Mubarok, serta Ketua Tanfidziyah PCNU Kebumen, Dr. H. Imam Satibi, M.Pd.I. Dalam sambutannya, Dr. Imam Satibi menyerukan percepatan transformasi pendidikan Ma’arif menuju sekolah bertaraf unggulan, bahkan internasional.
“Ma’arif tak boleh puas jadi pelengkap. Kita harus jadi pelopor kualitas pendidikan yang berbasis nilai, namun berpikiran global,” ujarnya lugas.
Puncak acara ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara LP Ma’arif NU Kebumen dengan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Jepang. Kolaborasi ini menjadi langkah strategis untuk membuka akses global bagi lulusan Ma’arif.
Sebagai penutup, tumpeng dipotong untuk menandai peringatan Hari Lahir ke-73 Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU). Momentum ini menjadi refleksi sekaligus pengingat bahwa guru Ma’arif adalah garda terdepan perubahan.
Acara ini bukan hanya soal nostalgia dan salam-salaman. Ini adalah pernyataan politik kultural NU: bahwa pendidikan berbasis nilai religius dan kebangsaan harus punya daya saing global. Ma’arif jangan hanya bangga soal kuantitas guru dan siswa, tapi berani evaluasi kualitas. MoU dengan Jepang harus lebih dari simbolik – mesti diikuti sistem yang konkret dan berkelanjutan.
Butuh aksi, bukan hanya seremoni. (Kn.01)