
Kebumen, Jawa Tengah – Tak banyak yang tahu, bahkan warga Kebumen sendiri, bahwa ada sebuah desa di perbatasan yang seakan “terbuang” dari akses wilayahnya sendiri. Desa ini berada di Kecamatan Karang Gayam, tepat di perbatasan antara Kabupaten Kebumen dan Banjarnegara, dekat Gunung Menyan. Ironisnya, akses jalan ke wilayah Kebumen sangat sulit, bahkan nyaris tidak ada.
Untuk sekadar mengurus administrasi atau kebutuhan sehari-hari, warga desa ini justru lebih bergantung pada Kabupaten Banjarnegara. Jika ingin ke pusat pemerintahan atau kota terdekat di Kebumen, mereka harus melewati jalur panjang yang memutar, yakni ke Kecamatan Bawang, lalu ke Mandiraja, baru kemudian masuk ke wilayah Kebumen seperti Sempor dan Karang Gayam.
Bahkan untuk kebutuhan pokok, masyarakat desa ini lebih memilih berbelanja di Pasar Wanadri, Kecamatan Bawang, Banjarnegara, ketimbang ke pasar yang ada di Kebumen. Pasalnya, akses ke Banjarnegara jauh lebih mudah dibandingkan harus menembus wilayah Kebumen yang belum memiliki jalur jalan yang memadai ke desa mereka.
Kondisi ini tentu menjadi tamparan bagi Pemerintah Kabupaten Kebumen. Bagaimana mungkin sebuah desa yang secara administratif masuk wilayah Kebumen, tetapi dalam praktik kehidupan sehari-hari lebih bergantung ke daerah lain? Seharusnya, ada perhatian serius dari pemerintah daerah untuk membangun akses jalan atau setidaknya memberikan solusi agar warga desa ini tidak merasa terisolasi dari kabupaten mereka sendiri.
Dengan keadaan seperti ini, wajar jika muncul ungkapan “Indonesia rasa Malaysia”—karena ada desa di Kebumen yang justru lebih dekat ke wilayah lain, seakan “terpisah” dari rumahnya sendiri.
Sudah saatnya Pemkab Kebumen turun tangan dan menunjukkan kepedulian terhadap warganya di perbatasan ini. Jika tidak, bukan tidak mungkin warga di desa ini akan semakin merasa diabaikan dan lebih memilih berafiliasi dengan wilayah lain yang lebih memberikan akses dan perhatian.(Kn.01)