Diskusi “NU, Khittah 1926 dan Civil Society” Hasilkan 6 Pernyataan Sikap dan 9 Rekomendasi

Kebumen News (20 Januari 2024)

Tanggal 20 Januari 2024, bertempat di Fisipol Universitas Gadjah Mada, digelar diskusi publik bertema NU, Khittah 1926 dan Civil Society. Hadir sebagai pemantik diskusi Dr. Abdul Gaffar Karim (Fisipol UGM), KH Abdul Muhaimin (PP Nurul Ummahat) dan KH Aguk Irawan.

Kegiatan ini dilatarbelakangi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022-2027 sebagai penerima amanah dari seluruh warga Nahdliyyin telah menciptakan kegelisahan di tengah kehidupan kader, terutama sikap politik praktis yang ditempuh menjelang Pemilu 2024. Sebagian warga NU menilai bahwa PBNU telah terjun ke politik praktis, baik secara diam-diam maupun terang-terangan dan itu telah menyalahi AD/ART organisasi serta menghianati keputusan Khittah 1926 pada Muktamar ke 27 di Situbondo. Sementara sebagian yang lain beranggapan bahwa sikap PBNU masih wajar dan netral sesuai prinsip dasar organisasi. Oleh karenanya, perpecahan internal khususnya di kalangan warga dan kader NU tidak bisa dihindari. Namun, demi kemaslahatan seluruh jamaah Nahdliyyin, maka upaya melakukan rekonsiliasi di antara dua pihak sangat perlu dilakukan.

Dalam diskusi ini muncul pernyataan sikap yang ditujukan kepada PBNU. Di antaranya:

  1. Kami warga Nahdliyyin memohon kepada PBNU agar mampu meyakinkan seluruh warga Nahdliyyin bahwa PBNU menjalankan amanat Anggaran Dasar (AD) Organisasi, Bab IV Tujuan dan Usaha, Pasal 8 Ayat (1), yaitu: NU sebagai jam’iyyah diniyyah Islamiyah, yang menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat martabat manusia. Sehingga seluruh sikap PBNU yang bernuansa politik praktis perlu diminalisir, lebih-lebih konflik internal harus dijauhi karena merusak harkat dan martabat NU.
  2. Kami warga Nahdliyyin memohon kepada PBNU agar seluruh usaha PBNU senafas dengan Anggaran Dasar (AD) Pasal 9, yang hanya meliputi: bidang agama, bidang pendidikan, bidang sosial, dan bidang ekonomi. Sehingga segala sikap PBNU, baik yang menimbulkan kesan tersirat maupun ucapan tersurat, diupayakan tidak menyinggung perkara politik praktis, apalagi kampanye untuk Paslon tertentu.
  3. Kami warga Nahdliyyin memohon secara khusus kepada PBNU agar mengklarifikasi pernyataan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf terkait salah satu pantunnya yang mengarahkan dukungan pada Paslon tertentu. Video acara antara pengurus harian PBNU dan sejumlah kader dan pengurus harian NU se-Jateng di Kendal itu telah beredar secara luas.
  4. Kami warga Nahdliyyin memohon agar PBNU memberi klarifikasi secara terang-benderang terkait pemberitan konsesi tambang oleh Presiden Joko Widodo kepada PBNU, sebagai pernyataan yang tidak bertentangan dengan amanat Anggaran Dasar (AD) Bab XI Keuangan dan Kekayaan Pasal 29 ayat (1) dan (2) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Bab XXV Keuangan dan Kekayaan huruf c, bahwa bantuan Pemerintah dan/atau Presiden Joko Widodo tersebut sebagai bantuan yang halal dan tidak mengikat, serta merupakan hibah, hadiah, dan sedekah dari pemerintahan Joko Widodo kepada PBNU yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya, Ketua Umum PBNU harus memberikan pernyataan terbuka bahwa PBNU tidak akan balas budi kepada Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2024 nanti, untuk menghindari persepsi publik bahwa konsesi tambang akan diserahkan kepada PBNU setelah Pemilu 2024 sebagai jatah dukungan PBNU pada Paslon No. 02.
  5. Kami warga Nahdliyyin memohon kepada PBNU agar melakukan pergantian antar waktu terhadap para Pengurus Harian NU, Pengurus Lembaga NU, dan Ketua Badan Otonom NU, yang memiliki jabatan di “perkumpulan yang berafiliasi kepada partai politik,” seperti Tim Kampanye dan Tim Pemenangan Paslon, sebagaimana amanat Anggaran Rumah Tangga (ART) Bab XVI Rangkap Jabatan Pasal 51 ayat (1) huruf d, ayat (3) huruf d.
  6. Kami warga Nahdliyyin memohon kepada PBNU agar menjalankan amanat Muktamar Ke-28 NU di Pondok Pesantren Krapyak, Jogjakarta, pada 1989 bahwa berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika, dan budaya. Sehingga perilaku politik PBNU harus mampu menampilkan indikator-indikator moralitas, akhlak, dan budaya adi luhung, bukan politik balas budi.

Diskusi ini membahas arah perkembangan gagasan “Kembali ke Khittah 1926” di Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Gagasan ini adalah keputusan Muktamar NU tahun 1984 di Situbondo, dengan dimotori oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan tokoh-tokoh lain sezaman, yang merupakan para penggerak penting Khittah NU pada masa itu.

Interpretasi atas gagasan “Kembali ke Khittah 1926” selalu dinamis, tergantung konteks waktu. Diskusi publik yang dihadiri oleh sejumlah tokoh dan aktivis NU yang berada dalam Jaringan Nahdliyin Pengawal Khittah NU (JNPK-NU) ini dimaksudkan untuk menemukan makna paling ideal untuk konteks Indonesia dewasa ini, yang sejak tahun 1998 memutuskan untuk mengarus-utamakan demokrasi.

Dengan menimbang berbagai peristiwa yang berkembang belakangan, diskusi publik ini menghasilkan sembilan rekomendasi berikut:

  1. Politik adalah bagian dari tujuan NU sebagai jam’iyah. Tidak mungkin dan tidak ada manfaatnya memisahkan urusan politik dari NU. Tapi urusan politik itu harus dikelola untuk kemaslahatan umum, bukan untuk mendukung kekuasaan atau kandidat tertentu. Dalam hal ini, NU harus menjaga kemandirian politik dan kemandirian ekonomi, agar perkembangan dan inovasi di jam’iyah ini tidak tergantung pada uluran tangan penguasa.
  2. Khittah NU, yang menyatakan NU bukan partai politik dan bukan underbouw partai politik, adalah rujukan moral sekaligus rujukan formal dalam tindakan politik NU. Khittah NU adalah bagian dari AD/ART NU. Penyelenggaraan NU tidak boleh menyimpang dari Khittah NU. Karena bukan partai politik dan bukan underbouw partai politik, maka NU tidak boleh digunakan sebagai alat pemenangan kandidat presiden dalam pilpres.
  3. NU harus menghindari politik transaksional yang bersifat jangka pendek, dan lebih fokus pada politik moral untuk memberi warna pada peradaban bangsa Indonesia yang lebih baik di masa depan. Peradaban ini dimulai dari penguatan moral, dan moral itu dilandasi oleh nilai ke-NU-an yang diwariskan oleh para muassis, di mana NU menjadi penengah dalam konfil-konflik politik yang muncul di negeri ini, dan berupaya dengan sekuat tenaga untuk tidak menjadi bagian dari konflik politik manapun. Langkah-langkah politik NU harus didasarkan pada nilai-nilai keulamaan untuk diabdikan pada kepentingan ummat. Dengan cara itu, NU bisa terus memainkan peran sebagai bengkel kemanusiaan, untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa.
  4. Dalam upaya mengelola kepentingan politik praktis dalam pemilu, NU harus menghindari langkah politik langsung, dan lebih menggunakan partai politik sebagai alat utama. Untuk itu, NU perlu mengupayakan perbaikan dan penegasan hubungannya dengan partai-partai politik yang menjadi saluran aspirasi warga NU.
  5. NU harus memainkan fungsi pengawasan kekuasaan di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menguatkan demokrasi dengan mendorong pengawasan publik dan menjaga ketersediaan oposisi politik yang diperlukan untuk mewujudkan pemerintahan yang akuntabel.
  6. NU perlu fokus pada upaya pemberdayaan masyarakat, baik di lingkup ekonomi, pendidikan, kesehatan, juga kewargaan. NU harus menjadi agen pendidikan politik kewargaan di ranah akar rumput, yang selama ini cenderung terabaikan. Semua pengurus harian, Banom-Banom dan Lembaga-Lembaga/Lajnah-Lajnah di NU harus menjadi ujung tombak pendidikan emansipasi dan kesetaraan gender, dan tidak menjadi mesin politik semata-mata.
  7. Upaya perbaikan serius di NU berbasis semangat Khittah NU sebagaimana disampaikan dalam poin-poin di atas memerlukan keteladanan dari pimpinan tertinggi jam’iyah NU saat ini agar memperoleh perhatian seluruh jajaran pengurus NU hingga ke tingkat terbawah dalam rangka berkhidmah kepada ummat, bangsa dan negara berlandaskan nilai-nilai Aswaja Annahdliyah.
  8. Seluruh jajaran nahdliyin perlu melakukan evaluasi serius terhadap perilaku dan posisi NU saat ini di hadapan negara dan masyarakat, dalam konteks menjadi kekuataan civil society yang berbasis landasan moral Aswaja Annahdliyah.
  9. Untuk itu, diperlukan rekonstruksi keorganisasian NU yang sesuai dengan mandat Qonun Asasi dan AD/ART NU secara konsisten dan konsekwen sehingga jam’iyah NU bisa kembali menjadi gerakan kebangkitan para ulama sebagaimana terkandung dalam namanya.

Para tokoh yang turut serta berdiskusi dan mendukung Pernyataan Sikap dan Rekomendasi di atas adalah:

  1. Nadirsyah Hosen
  2. Mustafied
  3. Aguk Irawan
  4. Imam Baehaqi
  5. Nur Kholik Ridlwan
  6. Abdul Ghaffar
  7. Abdul Muhaimin
  8. M Imam Aziz
  9. Danuri
  10. Rifqi
  11. Ulil Abshor
  12. Sholeh Sungaidi
  13. Akhyar Harun
  14. Teguh Priyono
  15. Sigit sugito.
  16. Udiek Supriyanta
  17. Pramono Pinunggul
  18. J.Eka Perdana
  19. Shahibul Adib
  20. Gigin
  21. Samlawi
  22. Ellya Masduki
  23. Munjid
  24. Ainul Yaqin
  25. Ahmad Salehudin
  26. Mustaghfiroh Rahayu
  27. Jannet
  28. M. Waidl
  29. Siti Amirotus Sholihah
  30. Titi Fatiha
  31. Arifudin
  32. Umarudin Masdar
  33. Alif Basuki
  34. Ainur Rokhim
  35. Maulani
  36. El Jabar
  37. Ismahfudi
  38. Mathori
  39. Niam
  40. Thoriq
  41. Nuruddin Amin
  42. Hindun
  43. Borni Kurniawan
  44. Sukoyo
  45. Nurul Hadi
  46. Isti Komah
  47. Kafa
  48. Muhsin
  49. Robet
  50. Yuliantoro.

Daftar dukungan pernyataan sikap bersama (silahkan ditambahkan).

  1. Budaeri Jamil.
  2. H. Hasbullah.
  3. Mas Ali Arham.
  4. Mas Fathir.
  5. Abah Udin
  6. Pak Anam babak
  7. Kang Suaib
  8. Kang nasukha Sampung
  9. Ali Imron
  10. Gus Imam B.
  11. H. Tain Lodan
  12. Pak Munawar
  13. Wawan Sampung
  14. Mas Ahmadi sarang
    15 Pak Diyono Bonjor
  15. Maskin Sarang
  16. Kang Abd salam
  17. Rofiqul amin Sampung
  18. Moch Showwam
  19. Agus Lodan
  20. Zubaidi lodan
  21. Sakik
  22. Ismailpran
  23. Ahmadi
  24. Muqorrobin
  25. Sidad
  26. Oniq
  27. Khoirin.
  28. Darsono Lodan
  29. Shodiq gandri
  30. Ridwan lodan
  31. Syamsudin lokul
  32. H.Sadad
  33. Khoirin
  34. Darsono lodan
  35. M.Widad
  36. Rosidi
  37. Fauzan
  38. Pak Didik
  39. Pak Darmaji BBK
  40. H ADIB
  41. Pramono Lodan
  42. Sarmadi
  43. Mazudi
  44. Pak Didik
  45. M.syakroni
  46. Maksun
    48.Toyyib
  47. Untung Mahfud Sedan.
  48. Pak Rasnadi Sampung
  49. Kiai Kolik
  50. Kiai Rosidi
  51. Iwan
  52. Abd.Wakid
  53. Muttaqin
  54. Nursalim Sampung
  55. Pk toifur bbk
  56. Rizal
    59.Toifur lokul
  57. Ust mafatihul Huda
  58. Ust Ghozali
  59. H. Rif’an sendang Mulyo.
  60. Lukman Hakim bajing
  61. Raskum Sampung
    65 Mbah Maulan Lodan.
  62. Komeng bajing jowo.
  63. Zamroni Perak.
  64. H. Didi Ida bajing jwo.
  65. Farhan Huda g Mulyo
    71.Mbah Wasir Baturno.
  66. Zaenuri Baturno.
  67. Muhadi Baturno.
  68. Fatkhur
  69. Musthofa TwangRejo
  70. Nurkhakim
  71. Ahmad Abdurohim.
  72. Jepang Mudin
  73. Kang ibnu Mansur
  74. Sorik
  75. Gos Faqih Nglojo
  76. Bhruddin Bbak Tlung
  77. Fa’izin Babak Tulung
  78. Bahrudin Bbak Tlung
  79. Muntachob
  80. Oemam TawangRejo
  81. Akhosim TawangRejo
  82. H. Mustain TwangRejo
  83. Ali wafa Lodan
  84. Nur Sakdi Tulung.
  85. Nur Surya Samudra.
  86. Kobra gepok
  87. Afifurrohman.
  88. Hakim.
  89. Sholeh Areng.
  90. Huda Sendangmulyo.
  91. Ngaslan Dapmulyo
  92. Mudi Mandra.
  93. Agus Sendang mulyo
  94. Nuril Sendang mulyo
    102.soeb bonjor
  95. Aris Sarang meduro
  96. Agus Luthfi
  97. Alfin bajing meduro
  98. Cibling
  99. Rizal Sendgmulyo
  100. Mulyono Gondan.
  101. Haji Syaiful Sarang
  102. Acmd Khozin bncr
  103. Munawar Tlgoagung
  104. Kasirin Tlgogung
  105. Sukadi Tlgo Bancar
  106. Sunarto Tlgoangung
  107. Cak Nul
  108. Kasmono Ltsari bcr
  109. Pak lasmono
  110. Agus T sulang
  111. Sugianto lojo
  112. Musta’in lokul
    121.Shokib sendang Mulyo.
  113. HARI FADHIL
  114. Abd Aziz Karangmangu
  115. M Yus
  116. Hartono
  117. Pak Ja’far Gondan.
  118. Pak Mujib Gondan.
  119. Pak maslur Gondan.
  120. Pak Ali Gondan.
  121. Pak Zen Sumber Mulyo.
  122. Pak Fuad Sumber Mulyo.
  123. Pak Kasmin Dadap Mulyo.
  124. Pak Nur Dabong.
  125. Pak Mualimin Lancang.
  126. Pak Nur Lancang.
  127. Pak Sunari kebloran.
  128. Darsono ndoro Bancar
  129. Junaedi Boncong Bancar
  130. Maskur Boncong bancar
  131. Munirul Karangrejo Bancar
  132. Kabib Sarang meduro
  133. Selamet Sarang Meduro
  134. Cakno Tawangrejo
  135. Kandik Tawangrejo
  136. Sholikin
  137. Izat Sarang
  138. Sutekno Bancar
  139. Aldi Bancar
  140. Saputro Bancar
  141. M.Muchtar Babak
  142. Qomaruddin Babak
  143. M.Nafi’ Babak
  144. Sowam
  145. Mbah Mad
  146. Pak Khumaidi
  147. Pak Arif
  148. Pak Budiono
  149. Pak Tasmiran
  150. Pak Muhari
  151. Khusen
  152. Indarto
  153. Mas Narkik
  154. Mas Irhamni
  155. Mas Purwanto
  156. Mas Nuri
  157. Mas Akhlis
  158. Bang Maqin
  159. Patihan Bib Ali
  160. Selamet Widodo
  161. Lilik Sodik
  162. Pak Kharis
  163. Mas Kasan
  164. Mas Ikhwan
  165. Mas ardy
  166. Pak Murtaji
  167. Mas Soim
  168. Pak Solikan
  169. Pak Ari
  170. Pak Itok
  171. Pak Lesno
  172. Pak Kusno
  173. Pak Selamet
  174. Pak Widodo
  175. Sabaruddin
  176. Mas Marno
  177. Edi Suhendri
  178. M. Imron
  179. Nur Samsi
  180. Ibnu Salim
  181. Kasnari
  182. KH. Rahmatullah
  183. Ismunandar
  184. Suprapto
  185. Antoni
  186. Ruslan
  187. Pak Jasmani
  188. Mas Juari
    197.Siswoyo
  189. Pak Muzani sahbt p.jasmani
  190. Diyah M
  191. KH. Rosyikh Roghibi
  192. Abd. Aziz Hadrawi Pasuruan