PKP-MMNU Perdana di Jateng Digelar MWCNU Kebumen – Masjid Harus Dikelola dengan Manajemen Falaah

Kebumen News, 26 Juli 2025 – Langkah monumental diambil Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Kebumen dengan menyelenggarakan Pelatihan Kader Penggerak Masjid dan Musholla NU (PKP-MMNU). Bertempat di Masjid Jami Al-Ikhsan, Muktisari, kegiatan ini diklaim sebagai yang pertama di Jawa Tengah dan menjadi tonggak baru dalam tata kelola masjid berbasis Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah.

Diinisiasi oleh Ketua Lembaga Takmir Masjid NU (LTMNU) Kebumen, H. Agus Salim, S.Sos., M.Pd., pelatihan ini bertujuan memperkuat kapasitas takmir agar tidak sekadar menjadi penjaga fasilitas, tapi juga penggerak kemakmuran spiritual dan sosial masjid.

“Sudah saatnya masjid-masjid NU dikelola secara serius. Kita siapkan infrastruktur untuk menjadikan masjid sebagai pusat kemakmuran, bukan hanya ibadah, tapi juga sosial,” tegas Agus Salim dalam sambutannya.

Ketua MWCNU Kecamatan Kebumen, H. Hadi Winarko,M.Pd., menegaskan bahwa peradaban Aswaja hanya bisa tumbuh jika masjid menjadi sentral kehidupan umat.

“Kita ingin masjid benar-benar jadi pusat peradaban. Bukan sekadar tempat shalat, tapi ruang perubahan,” ujarnya penuh semangat.

Sikap kritis dan reflektif juga datang dari H. Muhammad Riyadi, M.Pd.I, Ketua Takmir Masjid Al-Ikhsan. Ia menyoroti fenomena di mana warga NU kerap melalaikan panggilan adzan dengan alasan kesibukan.

“Banyak orang NU, saat adzan masih asyik rapat atau ngobrol. Shalatnya nanti-nanti. Ini PR besar bagi takmir. Usai pelatihan ini, targetnya harus jelas: menambah jumlah jamaah shalat,” tandasnya lugas.

Sementara itu, Ketua PCNU Kebumen, Dr. H. Imam Satibi, M.Pd.I, menyampaikan kritik tajam terhadap pola lama pengelolaan masjid yang terlalu “kyai-sentris”.

“Masjid konvensional hanya mengandalkan kharisma kyai. Padahal jika jamaah sepi, bukan kyainya yang salah, tapi manajemen takmir-nya. Yang harus dibenahi adalah cara kelolanya,” tegasnya.

Imam Satibi juga mengajak peserta untuk membuka cakrawala berpikir. Menurutnya, ilmu dan teknologi kini menjadi kunci kekuatan dunia, bahkan mampu mengubah Iran dari negara terbelakang menjadi kekuatan global. Maka, umat Islam harus mulai bergerak dari basis terkecil: masjid.

“Hayya ‘alash shalah selalu diiringi hayya ‘alal falaah. Ayo menuju kesuksesan, ayo menuju kemenangan. Masjid harus dimanaje dengan manajemen falaah. NU juga begitu, sesuai namanya harus bangkit!” serunya.

Lebih lanjut, ia mengajak peserta mengevaluasi konsep kebahagiaan di kalangan generasi muda. Banyak dari mereka lebih memilih nongkrong di pinggir jalan dibanding datang ke masjid.

“Mengapa remaja lebih suka konkow di luar daripada ke masjid? Karena kita gagal menjadikan masjid sebagai ruang yang membahagiakan. Saatnya kita menciptakan masjid yang membuat anak muda betah,” imbuhnya.

Riset telah membuktikan bahwa NU adalah agama yang membahagiakan. Maka tantangan terbesar takmir hari ini bukan hanya mengurus karpet dan sound system, tapi menghidupkan masjid dengan ruh Aswaja dan manajemen kebahagiaan. (Kn.01)